Gelar Pahlawan Nasional merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh negara kepada individu yang memiliki jasa luar biasa dalam perjuangan kemerdekaan atau pembangunan bangsa. Namun, pemberian gelar ini harus didasarkan pada kriteria yang jelas dan objektif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Dalam konteks ini, pengusulan Habib Idrus bin Salim Al Jufri sebagai Pahlawan Nasional perlu dikaji lebih mendalam, karena terdapat beberapa aspek yang menjadi perdebatan.
1. Ketidakjelasan Status Kewarganegaraan
Salah satu syarat utama dalam UU No. 20 Tahun 2009 Pasal 25 adalah bahwa seorang pahlawan nasional harus merupakan warga negara Indonesia yang telah berkontribusi besar terhadap bangsa dan negara. Habib Idrus lahir di Yaman, dan tidak ada bukti yang cukup kuat bahwa beliau telah menjalani proses naturalisasi sesuai ketentuan yang berlaku, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan RI Nomor 62 Tahun 1958. Jika tidak ada bukti resmi yang menunjukkan bahwa beliau pernah menjadi warga negara Indonesia secara sah, maka hal ini menjadi alasan kuat untuk menolak pemberian gelar Pahlawan Nasional kepadanya.
2. Perbandingan dengan Pejuang Lain yang Lebih Layak
Indonesia memiliki banyak pejuang lain yang telah berkontribusi secara nyata dalam perjuangan kemerdekaan maupun pembangunan bangsa, tetapi belum mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Sebagai contoh:
· Mohammad Sanusi Hardjadinata, seorang tokoh penting dalam dunia pergerakan nasional dan politik yang belum mendapatkan pengakuan serupa.
· Kapitan Pattimura, yang meskipun sudah mendapatkan gelar pahlawan, memiliki sejarah perjuangan yang lebih konkret dibandingkan beberapa tokoh yang diusulkan belakangan ini.
Jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh tersebut, kontribusi Habib Idrus Al Jufri masih perlu dikaji lebih mendalam apakah benar-benar memiliki dampak yang luas dan mendalam bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.
3. Tidak Ada Perjuangan Militer atau Politik yang Jelas
Pasal 26 UU No. 20 Tahun 2009 menegaskan bahwa seorang pahlawan nasional harus memiliki rekam jejak perjuangan yang jelas dalam membela negara, baik secara militer, politik, maupun sosial. Sebagian besar tokoh yang dianugerahi gelar ini memiliki kontribusi yang nyata dalam perjuangan fisik melawan penjajah, membangun infrastruktur negara, atau mempengaruhi kebijakan penting dalam sejarah Indonesia.
Habib Idrus lebih dikenal sebagai seorang ulama dan pendidik, yang meskipun memiliki peran penting dalam dunia pendidikan Islam, namun tidak memiliki rekam jejak yang kuat dalam perjuangan politik atau militer dalam skala nasional. Jika sekadar menjadi tokoh pendidikan dan agama sudah cukup untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, maka banyak ulama lainnya yang mungkin lebih layak mendapatkannya.
4. Harus Berdasarkan Bukti Historis yang Kuat
Salah satu syarat utama dalam pemberian gelar Pahlawan Nasional adalah adanya bukti sejarah yang kuat dan terdokumentasi. Data historis mengenai peran Habib Idrus dalam perjuangan nasional masih terbatas dan belum menunjukkan dampak yang signifikan dalam skala nasional. Banyak pahlawan lain yang memiliki bukti dokumentasi lebih lengkap, baik dalam bentuk arsip pemerintah, catatan sejarah, maupun kesaksian langsung dari sezamannya.
Kesimpulan
Gelar Pahlawan Nasional harus diberikan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Dalam kasus Habib Idrus bin Salim Al Jufri, terdapat beberapa faktor yang masih menjadi perdebatan, seperti ketidakjelasan status kewarganegaraan, minimnya kontribusi nyata dalam perjuangan kemerdekaan, serta kurangnya bukti historis yang kuat. Oleh karena itu, sebelum memberikan gelar tersebut, pemerintah harus melakukan kajian lebih mendalam dan mempertimbangkan tokoh-tokoh lain yang mungkin lebih layak menerima penghargaan ini.
Polemik mengenai gelar Pahlawan Nasional ini harus diselesaikan dengan pendekatan yang berbasis data dan sejarah, bukan hanya berdasarkan aspek emosional atau politik tertentu. Dengan demikian, penghargaan ini tetap memiliki makna dan nilai yang tinggi bagi bangsa Indonesia.